MODEL PEMBELAJARAN BOLABASKET MINI BERBASIS BERMAIN
Pendidikan Jasmani di sekolah dasar bukan sekadar aktivitas fisik, melainkan sarana membentuk karakter, keterampilan sosial, dan kemampuan berpikir kritis. Pada fase perkembangan anak SD Fase C (kelas V–VI), siswa sudah mampu berpikir strategis, memahami aturan, dan belajar melalui kerja sama dalam permainan.
Bolabasket mini, sebagai bentuk modifikasi bolabasket untuk anak usia 7–12 tahun, menawarkan pendekatan yang lebih inklusif, menyenangkan, dan aman. Modifikasi ini mencakup penyesuaian ukuran bola, tinggi ring, dan dimensi lapangan, sehingga sesuai dengan kemampuan fisik dan kognitif anak.
Modifikasi permainan bola basket mini menjadi solusi yang dapat menjembatani kesenjangan ini. Dengan menurunkan tinggi ring, memperkecil ukuran bola, serta menyesuaikan luas lapangan, siswa dapat lebih mudah menguasai teknik dasar seperti dribbling, passing, shooting, dan pivot. Namun, modifikasi sarana dan prasarana saja belum cukup. Diperlukan pendekatan pedagogis yang melibatkan siswa secara aktif, menyenangkan, dan mendorong interaksi sosial yang positif. Salah satu pendekatan yang diyakini efektif adalah pembelajaran berbasis bermain (play-based learning), yang mengintegrasikan prinsip-prinsip permainan ke dalam proses pembelajaran untuk membangun keterampilan secara alami dan menyenangkan.
Tentang Riset Background
Riset ini mengembangkan model pembelajaran bola basket mini berbasis bermain yang ditujukan bagi siswa putra sekolah dasar Fase C (usia 10–12 tahun) untuk meningkatkan keterampilan psikomotor, kognitif, dan afektif. Latar belakang penelitian berangkat dari temuan bahwa pembelajaran bola basket di SD umumnya masih mengikuti standar permainan orang dewasa sehingga tidak sesuai dengan kemampuan fisik dan motorik anak, menyebabkan rendahnya penguasaan teknik dasar dan partisipasi siswa. Penelitian menggunakan metode Research and Development (R&D) model Plomp (2013) tahapan analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan prototipe, validasi ahli, uji coba terbatas, revisi, uji coba luas, dan finalisasi. Hasil menunjukkan model yang dikembangkan memiliki validitas sangat baik berdasarkan penilaian ahli, mudah diimplementasikan di sekolah, dan efektif meningkatkan keterampilan dribbling, passing, shooting, pemahaman konsep permainan, serta sikap sportivitas dan kerjasama, dengan peningkatan signifikan (p < 0,001) pada uji coba luas. Kesimpulannya, model pembelajaran bola basket mini berbasis bermain ini layak digunakan sebagai alternatif pembelajaran PJOK SD karena memadukan modifikasi sarana-prasarana dengan pendekatan pedagogis yang sesuai tahap perkembangan anak, serta direkomendasikan untuk diintegrasikan dalam kurikulum dan diuji lebih lanjut pada populasi dan cabang olahraga mini lainnya.
Fase Gerakan Fundamental
Tahap di mana pola perilaku dasar yang dapat diamati seperti berlari, melompat (lokomotor), melempar, menangkap (manipulatif), dan menjaga keseimbangan (stabilitas) harus dikembangkan, dengan lingkungan, dorongan, instruksi, dan konteks memainkan peran penting” (Gallahue & Ozmun, 2012)
Bermain
Thorne (1993) memaknai “bermain” sebagai “contest/dramatic performance”, Rituals like “girls-chase-the-boys” (chasing), dan “cooties” yang dipahami sebagai “permainan gender” yang dapat digunakan untuk memahami praktik bersama yang memberlakukan dan terkadang menantang pengaturan gender yang bervariasi dan bermakna
Contest
Dalam pembelajaran PJOK, guru dapat membagi siswa menjadi Tim A dan Tim B untuk melaksanakan berbagai permainan atau lomba yang melatih keterampilan gerak dasar, kebugaran jasmani, dan kerja sama. Pembagian dilakukan secara acak atau berdasarkan pertimbangan variasi kemampuan fisik, sehingga setiap tim berisi kombinasi siswa dengan kemampuan beragam.
Kegiatan ini dapat berupa permainan bola, lomba estafet, atau permainan tradisional yang dimodifikasi. Dengan sistem ini, siswa belajar bekerja sama, berkompetisi secara sehat, serta mempraktikkan teknik gerak dan strategi permainan yang dipelajari.
Chasing
Permainan chasing (kejar-kejaran) adalah salah satu bentuk permainan yang sangat disukai anak-anak di sekolah, baik saat jam pelajaran PJOK maupun saat bermain bebas di halaman sekolah. Unsur dasarnya adalah chase (mengejar), elude (menghindar), capture (menangkap), dan rescue (menyelamatkan teman). Permainan ini sering dimulai dengan bentuk provokasi seperti ejekan ringan (“ayo kejar aku!”), sentuhan kecil di bahu, atau mengambil barang seperti topi atau bola. Provokasi ini bisa diabaikan, dibalas dengan protes, atau dijadikan pemicu permainan kejar-kejaran. Dalam permainan, peran pengejar (chaser) dan yang dikejar (chased) bisa berganti kapan saja. Permainan kejar-kejaran bisa melibatkan satu pengejar melawan satu yang dikejar, atau beberapa pengejar melawan beberapa yang dikejar. Hasilnya beragam, misalnya permainan berakhir saat yang dikejar berhasil lolos, tertangkap, disentuh, atau saat barang yang diambil berhasil direbut kembali. Beberapa permainan memiliki zona aman (safe zone), sementara yang lain tidak. Anak-anak sering menggabungkan kejar-kejaran dengan permainan fantasi seperti “polisi dan perampok” atau “penjara”, di mana tim tertentu bertugas menangkap lawan dan mengurung mereka di “penjara” sampai diselamatkan teman. Agar lebih inklusif, permainan ini diubah pembagiannya menjadi Tim A dan Tim B secara acak, bukan berdasarkan gender. Dengan demikian, semua anak bisa bermain bersama tanpa terkotak berdasarkan jenis kelamin, namun tetap mempertahankan keseruan, strategi, dan unsur kebugaran jasmani dari permainan kejar-kejaran.
Cooties
Permainan “cooties” atau “cootie tag” adalah bentuk permainan kejar-kejaran di mana seseorang dianggap sebagai “pembawa kuman” (contaminating) dan tugasnya adalah menularkan kuman itu kepada orang lain dengan cara menyentuh. “Kuman” ini bersifat imajiner (tidak nyata) dan biasanya dimulai dengan pernyataan seperti “Kamu punya cooties!”. Anak-anak punya berbagai cara untuk “memberikan”, “menghilangkan”, atau “melindungi diri” dari cooties, misalnya dengan pura-pura menyemprotkan “vaksin cootie”, menggambar simbol di tangan sebagai tanda imunisasi, atau membuat gerakan tangan khusus.
Dalam bentuk asli permainan ini, kadang ada bias gender atau stereotip (misalnya anak perempuan lebih sering dianggap memberi cooties kepada anak laki-laki), bahkan bisa mengandung unsur diskriminasi berbasis ras atau kondisi fisik. Agar lebih sehat, inklusif, dan mendidik, permainan ini bisa dimodifikasi menjadi “Healthy Tag” atau “Germ Tag” yang menekankan edukasi tentang kebersihan dan kesehatan, dengan pembagian tim menjadi Tim A dan Tim B secara acak.
Dribbling
Dribbling adalah keterampilan dasar dalam bola basket yang dilakukan dengan memantulkan bola ke lantai secara berulang menggunakan satu tangan untuk mengontrol, mengatur tempo, dan mengubah arah permainan. Dalam konteks perkembangan multilateral, dribbling bermanfaat tidak hanya untuk melatih koordinasi mata-tangan dan kelincahan, tetapi juga meningkatkan keseimbangan, kontrol tubuh, serta kemampuan mengambil keputusan dalam situasi dinamis. Aktivitas dribbling yang bervariasi—misalnya dengan kecepatan berbeda, perubahan arah, atau sambil menghindari lawan—mendorong perkembangan kemampuan motorik secara menyeluruh, memadukan keterampilan lokomotor, non-lokomotor, dan manipulatif yang menjadi fondasi penting bagi penguasaan berbagai cabang olahraga.
Passing
Passing adalah keterampilan dasar dalam bola basket yang dilakukan dengan mengoper bola dari satu pemain ke pemain lain menggunakan teknik tertentu, seperti chest pass, bounce pass, atau overhead pass, untuk menjaga aliran permainan dan menciptakan peluang mencetak angka. Dalam perkembangan multilateral, passing memberikan manfaat penting karena melatih koordinasi mata-tangan, kekuatan dan ketepatan gerak, persepsi ruang, serta timing yang tepat. Aktivitas passing yang bervariasi—misalnya dalam posisi bergerak, di bawah tekanan, atau dengan target bergerak—tidak hanya meningkatkan keterampilan manipulatif bola, tetapi juga mengasah kemampuan komunikasi, kerja sama tim, dan pengambilan keputusan, yang semuanya berkontribusi pada pembentukan keterampilan motorik menyeluruh yang dapat diaplikasikan pada berbagai jenis olahraga.
Shooting
Shooting adalah keterampilan dasar dalam bola basket yang bertujuan memasukkan bola ke dalam ring untuk mencetak angka, dilakukan dengan teknik tertentu seperti set shot, jump shot, atau lay-up yang memadukan kekuatan, ketepatan, dan kontrol tubuh. Dalam perkembangan multilateral, shooting bermanfaat karena melatih koordinasi mata-tangan, keseimbangan, kekuatan otot tubuh bagian atas dan bawah, serta kemampuan konsentrasi dan fokus visual. Latihan shooting yang bervariasi—misalnya dari berbagai jarak, sudut, dan situasi permainan—tidak hanya meningkatkan keterampilan manipulatif, tetapi juga mengintegrasikan unsur lokomotor (melompat, berlari) dan stabilitas (menjaga posisi tubuh saat menembak), sehingga mendukung pembentukan keterampilan motorik menyeluruh yang dapat mendukung performa di berbagai cabang olahraga.

TENTANG
PENULIS
GALERY
Dr. Ahmad Septiandika Adirahma, S.Pd., M.Or.
MODEL PEMBELAJARAN BOLABASKET MINI BERBASIS BERMAIN
